Jumat, 28 Januari 2011

MENUNDA PEKERJAAN

"Pak, berapa nilai saya?”, sebuah pertanyaan klise yang disampaikan siswa setelah mengikuti ulangan. Kadang anak bertanya terlalu cepat, pagi ulangan sore sudah ditanyakan. Untuk soal bentuk pilihan ganda mungkin saja bisa, apalagi dikoreksi dengan scanner pemeriksa jawaban. Kurang dari setengah jam juga sudah bisa diketahui hasilnya bahkan analisa butir soalnya. Tetapi untuk soal essay, sulit dilakukan. Diperlukan waktu untuk memeriksa bukan saja betul atau salah jawaban akhir, tetapi jalan dan pemahaman konsep pun perlu diperhatikan.

Namun, ada kalanya pertanyaan itu sudah sering disampaikan siswa kepada gurunya, karena lebih dari seminggu nilai juga belum diumumkan. Baru menjelang ulangan berikutnya nilai ulangan disampaikan. Tentu ini mengecewakan siswa yang berbuntut berkurangnya respek siswa kepada guru tersebut. Siswa  pun akan melalukan hal yang sama tidak tepat waktu mengerjakan tugas atau tidak mengerjakan sama sekali.

Penyebab

Kalau kita jujur, hampir semua orang memiliki kecenderungan menunda pekerjaan. Ada banyak alasan. Tetapi kalau dicermati setidaknya ada dua penyebab. Pertama, karena ketidakmampuan seseorang memanej dirinya. Kedua, karena seseorang tidak mampu mengukur kemampuannya.

Kebiasaan menunda pekerjaan ini dapat disebabkan oleh ketidakmampuan seseorang mengatur dirinya. Berawal dari  tidak mampu membedakan mana pekerjaan yang penting dan pekerjaan kurang penting (baca : tidak penting). Tidak mampu menenpatkan pada skala prioritas yang tepat, mana pekerjaan yang urgen(mendesak) dan kurang urgen ( baca : tidak urgen).  Akibatnya tidak mampu mengukur volume suatu  pekerjaan dihubungkan dengan waktu penyelesaian yang tersedia. Semua pekerjaan menumpuk dekat dengan deadline. Sehingga pengerjaan menjadi kurang berkualitas atau banyak kekurangan terjadi di sana-sini. Anehnya kejadian ini terus berulang.

Seseorang seharusnya mampu memilah secara kualitas mana pekerjaan penting dan tidak penting. Dan memilah secara prioritas mana pekerjaan yang urgen dan tidak urgen. Jadi ada empat kelompok pekerjaan:
  1. Penting dan urgen, contonya : pergi ke dokter karena sakit, membayar tagihan listrik pada saat-saat terakhir jatuh tempo pembayaran, misal tanggal 20.
  2. Penting dan tidak urgen, contohnya : cek kesehatan ke Laboratorium. 
  3. Tidak penting dan urgen, contohnya : merokok.
  4. Tidak penting dan tidak urgen, contohnya : jalan-jalan cuci mata ke mall, bermain bola di ruang makan.


Secara mudah dapat digambarkan ke dalam matrik sebagai berikut:

Penting
Tidak Penting
Urgen


Tidak urgen



Seseorang harus mampu memanej waktu dengan baik baik, dengan menarik sebanyak-banyaknya pekerjaan-pekerjaan dari matrik penting dan urgen ke dalam matrik penting dan tidak urgen. Contohnya: membaya tagihan listrik adalah pekerjaan penting, kita lakukan pada tanggal-tanggal jauh sebelum jatuh tempo pembayaran. Dengan demikian pekerjaan tersebut menjadi penting tidak urgen. Sehingga apabila ada suatu pekerjaan yang penting dan urgen bisa kita tinggalkan. Matrik penting dan urgen hanya untuk pekerjaan-pekerjaan yang betul-betul penting dan urgen.

Jangan suka iseng sehingga tanpa sengaja menarik pekerjaan dari tidak penting dan tidak urgen menjadi pekerjaan penting dan urgen. Contohnya Memainkan bola di dekat lemari kaca, sebuah perbuatan yang tidak penting dan tidak urgen. Secara tidak sengaja bola memantul ke kaca dan pecah. Terpaksa harus membeli kaca untuk mengganti kaca yang pecah. Akhirnya membeli kaca yang semula tidak penting dan tidak urgen, karena sudah punya, menjadi pekerjaan yang penting dan urgen.

Ketidakmampuan seseorang dalam memanaj waktunya akhirnya semua pekerjaan menempati matrik penting dan urgen. Mungkin saja pekerjaan selesai tepat waktu, tetapi kualitas tentu tidak maksimal. Jika ternyata ada situasi baru, seperti sakit, tiba-tiba mobil mogok di tengah jalan saat mau berangkat ke kantor, maka ada salah satu yang harus ditunda, pekerjaan menjadi tidak tepat waktu.

Menunda pekerjaan juga bisa dikarenakan oleh tingginya ekspetasi (keinginan) tidak sebanding dengan kompetensi dirinya. Ia ingin mengerjakan sesuatu secara sempurna, tidak ingin salah atau terlihat asal-asalan. Namun keinginan ini tidak dibarengi dengan usaha peningkatan kompetensi. Akhirnya hanya menunda dan menunda sampai deadline tidak dapat menyelesaikan tugas tersebut.
Kejadian ini banyak menghinggapi seseorang. Banyak guru-guru tidak bisa menyelesaikan administrasi perencanaan mengajar seperti program tahunan, program semester, silabus, rpp, analisa KKM, analisa butir soal, membuat bank soal, dll. Penyebabnya sebagian besar karena seorang guru ingin pekerjaannya terlihat baik dan tidak mau salah, namun tidak pernah memulai. Kalau mau memulai, saat menemukan kesulitan langsung ditinggalkan.

Jadi mulailah dengan kemampuan kita sambil terus menimba ilmu, saat menemukan kesulitan jangan berhenti. Bertanya kepada orang yang lebih tahu. Atau setidaknya memperbaiki saat ada koreksi dari atasan.

Saatnya berubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar