Senin, 31 Januari 2011

3,5 TAHUN BINTANG DI SYU(R)GA

Senin, 31 Januari 2011  Ariel Peterpan, pelantun lagu Bintang di Syurga, divonis 3,5 tahun penjara dipotong masa tahanan dan denda 250 juta subsider 3 bulan kurungan penjara sebagai ganjaran atas 3 dakwaan dalam kasus video porno dirinya.  Sebuah babak baru pengadilan di Indonesia menggunakan UU Pornografi.  Terlepas puas atau tidak masing-masing fihak terhadap putusan ini, ada beberapa catatan yang perlu diambil pelajaran.


Menyesal.

Meskipun sampai saat ini, Ariel dan Luna Maya tidak pernah mengaku secara ekplisit bahwa mereka pelakunya. Tetapi pengakuan Cut Tari sebagai salah satu pasangan video porno lainnya, membuatnya tidak bisa mengelak. Sebagai seorang muslim Ariel dan Luna hendaknya segera melakukan taubatan nasuha.


Menurut Al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Taubat Nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuatnya saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi di masa medatang. Apabila dosa atau kesalahan tersebut terhadap bani Adam (sesama manusia), maka caranya adalah dengan meminta maaf kepadanya.


Ariel dan Luna Maya telah membuat keresahan masyarakat dengan perilakunya. Hendaknya mereka meminta maaf didepan umum bahwa mereka telah khilaf dan kalau perlu minta dukungan doa agar taubatnya diterima Allah SWT. Dengan tidak adanya pengakuan, tidak ada penyesalan apalagi permintaan maaf  menunjukkan bahwa mereka tidak memenuhi persyaratan taubat. Ada kesan kesombongan pada diri mereka. Ciri kesombongan adalah merasa dirinya benar. Sebagimana kutipan hadits yang di riwayatkan  Muslim, “"Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia."


Sedangkan Allah akan menjadikan syurga bagi orang-orang yang tidak sombong dan tidak berbuat kerusakan, sebagaimana bunyi ayat dan hadits berikut :

"Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakaan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (Al-Qashash: 83).

"Tidak akan masuk syurga siapa saja yang di dalam hatinya ada seberat biji sawi dari kesombongan." (HR. Muslim dan lainnya).


UU Pembuatan Video Porno.

Apologi yang diberikan oleh Ariel dan para pendukungnya adalah bahwa video itu adalah koleksi pribadi. Di sinilah perlunya persyaratan yang ketat dalam pembuatan film berkonten pornografi, termasuk sebagai koleksi pribadi. Kasus beredarnya video porno dengan pelaku suami istri yang syah, pernah terjadi. Klaim bahwa video itu untuk koleksi pribadi bisa saja diterima namun ketika video itu beredar maka tetap saja video itu meresahkan masyarakat.  Oleh karena itu pemerintah harus memberi batasan-batasan dan persyaratan yang ketat untuk pembuatan film berkonten pornografi tersebut  termasuk untuk koleksi pribadi.


Syarat-syarat tersebut, pertama, pembuat film porno harus memiliki izin dengan pelaku suami istri yang  syah.  Jika bukan suami istri, dilarang karena termasuk kepada perzinahan.  Kedua mereka tetap bertanggungjawab terhadap pemanfaatan dan penyimpanan video tersebut. Ketika video tersebut tersebar  meskipun karena dicuri sekalipun, mereka harus siap dipidanakan karena telah lalai dalam menyimpan. Dengan persyaratan yang ketat ini diharapkan tidak sembarangan orang membuat video porno, dan tidak ada lagi perzinaan yang divideokan. 


Niat yang Kuat.
Diperlukan niat yang kuat secara pribadi untuk meninggalkan pornografi, secara pribadi harus sadar bahwa hal itu terlarang. Melihat, mengupload( mengunggah), mendownload(mengunduh), menjual, mengedarkan konten pornografi, melakukan perzinahan itu semua dilarang baik oleh UU apalagi ketentuan agama. Pemerintah juga harus memiliki keberanian dan langkah yang tepat membendung konten pornografi. Untuk itu diperlukan kepastian hukum, kejelasan hukum termasuk dalam penegakannya. Apabila praktek mafia hukum masih marak, maka sulit pula membendung pornografi ini, sebab  akan selalu ada kelompok-kelompok pro dan kontra bahkan yang  mengartikan pornografi ini dalam kategori seni dan sebagainya.

Minggu, 30 Januari 2011

MASJID dengan 10 TOILET BERSIH


Mobil saya tetap melaju, sementara jam di HP menunjukkan pukul 11.45, sebentar lagi masuk waktu dhuhur. Rupanya saya tidak bisa mencapai masjid ‘toilet bersih’, Baiturahman. Masjidnya sendiri tidak begitu megah, tetapi saya dan keluarga bisa mempersiapkan sholat dengan baik karena WC/Toiletnya bersih.  Selesai sholat bisa istirahat sejenak, takmir menyediakan minum teh botol, teh manis hangat, atau kopi hitam dengan infaq sukarela atau kalau tidak ada uang bisa juga gratis. Sudah bertahun-tahun usaha ini tetap jalan, semoga infaq jamaah cukup untuk operasional, termasuk menggaji petugas yang menyediakan, mencuci gelas, dan membersihkan tempat  agar jamaah tetap nyaman.

Seiring dengan bertambahnya mobil dan motor di jalan, semakin sulit saya memperkirakan waktu perjalanan. Di mana-mana ada kemacetan atau kendaraan harus berjalan lambat. Terpaksa saya harus mencari masjid terdekat. Barangkali ada juga masjid lain yang memiliki toilet bersih, meskipun jarang. Pernah saya mampir ke masjid yang megah, ternyata tempat wudhunya kotor, toiletnya berbau tidak sedap, dinding dan closetnya menguning tebal tanda lama tidak dibersihkan. Pernah juga saya mampir ke masjid di sekitar rumah sakit, toiletnya bau sekali.

Ini barangkali kelemahan sebagian umat Islam (Indonesia) yang masih beranggapan WC/tiolet itu tempat yang kotor dan wajar bila kotor. Jadi tidak harus dibersihkan secara maksimal. Saya sendiri heran, dari mana anggapan ini muncul. Mungkin berawal dari tidak bisa menempatkan secara benar kata suci dan kata bersih.  Suci dari hadas atau najis cukuplah untuk beribadah. Tidak harus bersih. Toh pada saat tidak ada air disunnahkan tayamum dengan debu. Jadi debu di lantai, debu di mimbar, debu di karpet tidak menjadi masalah karena debu itu suci. Karena pemahaman yang demikian, akhirnya WC/toilet kotor itu tidak menjadi masalah, toh syarat sah sholat bukan kebersihan WC/toilet tetapi suci tempat ibadah. Wajar seorang penjaga masjid, para takmir, atau jamaah tetap khusuk sholat, berdzikir, membaca Quran, atau sedang mengkaji bab thoharoh  sementara WC/toiletnya bau tidak karuan.

Secara ekplisit memang tidak ada hadits tentang kebersihan WC/toilet. Ini dapat difahami karena saat itu belum dikenal WC/toilet model sekarang. Nash yang ada sebagian besar berisi tentang WC tempat setan, tatacara masuk WC, apa yang dilarang dilakukan di WC dan semua yang menyangkut halal dan haram.

Anehnya apabila mereka dihadapkan pada dua pilihan ketika akan buang air ada WC bersih dan WC kotor, pasti memilih WC bersih. Apa dasar pemilihan ini, akal sehat? Kalau demikian hanya karena kemalasan saja membiarkan WC/toilet di masjid yang telah dibangun dengan dana ummat menjadi kotor tidak terurus. Apakah harus menunggu adanya nash yang tekstual, semacam “Sikatlah WC masjid-masjid kamu sebagaimana aku menyikat WC”. Pasti tidak akan pernah ada.

Mungkin kaum muslimin jarang mendengar hadits: “Sesungguhnya Allah SWT itu baik, menyukai hal-hal yang baik. Dia Maha Bersih, menyukai kebersihan. Dia Maha Mulia, menyukai kemuliaan. Dia Maha Pemurah dan menyuaki kedermawanan. Karena itu, bersihkanlah tempat-tempatmu”. (HR Thurmudzi).

Sebenarnya hadits ini cukup mendorong kaum muslimin untuk selalu menciptakan kebersihan di manapun, terutama di tempat-tempat ibadah. Saya pernah berobsesi, suatu saat saya akan membayar seseorang untuk pergi dari masjid yang satu ke masjid berikutnya hanya untuk membantu membersihkan WC toilet. Tetapi saya berharap hal ini tidak terjadi sebab masjid-masjid telah memiliki WC/toilet bersih. Kalau ada SPBU dengan 67 toilet bersih. Kenapa tidak dengan Masjid dengan 10 toilet bersih.

Jumat, 28 Januari 2011

MENUNDA PEKERJAAN

"Pak, berapa nilai saya?”, sebuah pertanyaan klise yang disampaikan siswa setelah mengikuti ulangan. Kadang anak bertanya terlalu cepat, pagi ulangan sore sudah ditanyakan. Untuk soal bentuk pilihan ganda mungkin saja bisa, apalagi dikoreksi dengan scanner pemeriksa jawaban. Kurang dari setengah jam juga sudah bisa diketahui hasilnya bahkan analisa butir soalnya. Tetapi untuk soal essay, sulit dilakukan. Diperlukan waktu untuk memeriksa bukan saja betul atau salah jawaban akhir, tetapi jalan dan pemahaman konsep pun perlu diperhatikan.

Namun, ada kalanya pertanyaan itu sudah sering disampaikan siswa kepada gurunya, karena lebih dari seminggu nilai juga belum diumumkan. Baru menjelang ulangan berikutnya nilai ulangan disampaikan. Tentu ini mengecewakan siswa yang berbuntut berkurangnya respek siswa kepada guru tersebut. Siswa  pun akan melalukan hal yang sama tidak tepat waktu mengerjakan tugas atau tidak mengerjakan sama sekali.

Penyebab

Kalau kita jujur, hampir semua orang memiliki kecenderungan menunda pekerjaan. Ada banyak alasan. Tetapi kalau dicermati setidaknya ada dua penyebab. Pertama, karena ketidakmampuan seseorang memanej dirinya. Kedua, karena seseorang tidak mampu mengukur kemampuannya.

Kebiasaan menunda pekerjaan ini dapat disebabkan oleh ketidakmampuan seseorang mengatur dirinya. Berawal dari  tidak mampu membedakan mana pekerjaan yang penting dan pekerjaan kurang penting (baca : tidak penting). Tidak mampu menenpatkan pada skala prioritas yang tepat, mana pekerjaan yang urgen(mendesak) dan kurang urgen ( baca : tidak urgen).  Akibatnya tidak mampu mengukur volume suatu  pekerjaan dihubungkan dengan waktu penyelesaian yang tersedia. Semua pekerjaan menumpuk dekat dengan deadline. Sehingga pengerjaan menjadi kurang berkualitas atau banyak kekurangan terjadi di sana-sini. Anehnya kejadian ini terus berulang.

Seseorang seharusnya mampu memilah secara kualitas mana pekerjaan penting dan tidak penting. Dan memilah secara prioritas mana pekerjaan yang urgen dan tidak urgen. Jadi ada empat kelompok pekerjaan:
  1. Penting dan urgen, contonya : pergi ke dokter karena sakit, membayar tagihan listrik pada saat-saat terakhir jatuh tempo pembayaran, misal tanggal 20.
  2. Penting dan tidak urgen, contohnya : cek kesehatan ke Laboratorium. 
  3. Tidak penting dan urgen, contohnya : merokok.
  4. Tidak penting dan tidak urgen, contohnya : jalan-jalan cuci mata ke mall, bermain bola di ruang makan.


Secara mudah dapat digambarkan ke dalam matrik sebagai berikut:

Penting
Tidak Penting
Urgen


Tidak urgen



Seseorang harus mampu memanej waktu dengan baik baik, dengan menarik sebanyak-banyaknya pekerjaan-pekerjaan dari matrik penting dan urgen ke dalam matrik penting dan tidak urgen. Contohnya: membaya tagihan listrik adalah pekerjaan penting, kita lakukan pada tanggal-tanggal jauh sebelum jatuh tempo pembayaran. Dengan demikian pekerjaan tersebut menjadi penting tidak urgen. Sehingga apabila ada suatu pekerjaan yang penting dan urgen bisa kita tinggalkan. Matrik penting dan urgen hanya untuk pekerjaan-pekerjaan yang betul-betul penting dan urgen.

Jangan suka iseng sehingga tanpa sengaja menarik pekerjaan dari tidak penting dan tidak urgen menjadi pekerjaan penting dan urgen. Contohnya Memainkan bola di dekat lemari kaca, sebuah perbuatan yang tidak penting dan tidak urgen. Secara tidak sengaja bola memantul ke kaca dan pecah. Terpaksa harus membeli kaca untuk mengganti kaca yang pecah. Akhirnya membeli kaca yang semula tidak penting dan tidak urgen, karena sudah punya, menjadi pekerjaan yang penting dan urgen.

Ketidakmampuan seseorang dalam memanaj waktunya akhirnya semua pekerjaan menempati matrik penting dan urgen. Mungkin saja pekerjaan selesai tepat waktu, tetapi kualitas tentu tidak maksimal. Jika ternyata ada situasi baru, seperti sakit, tiba-tiba mobil mogok di tengah jalan saat mau berangkat ke kantor, maka ada salah satu yang harus ditunda, pekerjaan menjadi tidak tepat waktu.

Menunda pekerjaan juga bisa dikarenakan oleh tingginya ekspetasi (keinginan) tidak sebanding dengan kompetensi dirinya. Ia ingin mengerjakan sesuatu secara sempurna, tidak ingin salah atau terlihat asal-asalan. Namun keinginan ini tidak dibarengi dengan usaha peningkatan kompetensi. Akhirnya hanya menunda dan menunda sampai deadline tidak dapat menyelesaikan tugas tersebut.
Kejadian ini banyak menghinggapi seseorang. Banyak guru-guru tidak bisa menyelesaikan administrasi perencanaan mengajar seperti program tahunan, program semester, silabus, rpp, analisa KKM, analisa butir soal, membuat bank soal, dll. Penyebabnya sebagian besar karena seorang guru ingin pekerjaannya terlihat baik dan tidak mau salah, namun tidak pernah memulai. Kalau mau memulai, saat menemukan kesulitan langsung ditinggalkan.

Jadi mulailah dengan kemampuan kita sambil terus menimba ilmu, saat menemukan kesulitan jangan berhenti. Bertanya kepada orang yang lebih tahu. Atau setidaknya memperbaiki saat ada koreksi dari atasan.

Saatnya berubah.

Sabtu, 22 Januari 2011

Jangan Bohong Lagi, Sayang!

Kompas Cetak : Sabtu, 22 Januari 2011 | 04:49 WIB
SETO MULYADI
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Bukan yang congkak, bukan yang sombong/
Yang disayangi handai dan taulan/
Hanya anak yang tak pernah bohong/
Rajin belajar, peramah dan sopan


Lagu ini cukup populer beberapa puluh tahun silam dan banyak diajarkan oleh para guru taman kanak-kanak kepada murid-muridnya.

Selain lagunya indah dan mudah diingat, isinya juga amat bagus untuk pendidikan karakter anak-anak. Pesannya pun jelas. Mengajak anak-anak untuk tetap rendah hati dan tidak sombong. Juga selalu bersikap jujur dengan berani mengatakan apa adanya alias tidak berbohong.

Bisa saja seseorang berbuat salah, tetapi ia berani untuk mengakui kesalahannya. Mengakui kesalahan bukan berarti lemah. Justru sebaliknya, berani mengakui kesalahan menunjukkan adanya kekuatan untuk berani mengungkapkan kejujuran dengan tetap rendah hati.

Rajin belajar juga dapat diartikan sebagai kemauan untuk belajar dari kesalahan. Bahwa setiap orang bisa salah, tetapi dengan belajar dari kesalahan, seseorang bisa berbuat lebih baik lagi di masa depan dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Itulah inti pelajaran lagu yang ditularkan oleh para guru TK beberapa puluh tahun lalu kepada murid-muridnya.

Kini, para murid itu tentu sudah besar. Sudah tumbuh menjadi manusia dewasa yang tersebar di mana-mana. Ada yang menjadi artis, olahragawan, guru, politisi, bupati, gubernur, menteri, bahkan presiden. Sementara para guru TK tentunya juga sudah berusia lanjut. Tidak lagi mengajar dan tinggal di rumah menikmati masa tuanya.

Ingat nasihat

Meski miskin materi, para guru akan bahagia apabila murid- muridnya tersayang tetap ingat akan nasihat-nasihatnya dulu, termasuk moral dari lagu anak-anak yang diajarkan.

Bahwa meski sudah menjadi orang penting, janganlah lalu menjadi congkak atau sombong. Tetaplah rendah hati, peramah, dan sopan. Maka, kalau sudah menjadi pemimpin dan diberi kepercayaan oleh rakyat, tentu juga harus tetap ingat akan amanat rakyat yang memercayainya sebagai pemimpin.

Apabila gagal menjalankan tugas atau belum dapat memenuhi janjinya saat kampanye, pemimpin juga harus berani mengakuinya secara jujur. Bahkan bila perlu berani meminta maaf. Bukannya justru hanya sibuk mencari- cari alasan atau bahkan kemudian berbohong lagi dengan memanipulasi data.

Apabila memperoleh kritik sebagai upaya untuk mengingatkan atau menyadarkan adanya hal yang tidak benar, juga tidak harus kebakaran jenggot. Lalu berputar- putar mempersoalkan istilah yang kurang berkenan di hati. Kalau ajaran para guru itu masih diingat, para pemimpin justru dengan jiwa besar menyampaikan terima kasih dan kemudian bersama-sama memperbaikinya.

Ini semua yang sangat diharapkan oleh para mantan guru TK terhadap murid-muridnya yang kini sudah menjadi orang besar. Namun sayang seribu sayang, harapan tersebut tampaknya hanya tetap tinggal harapan. Kenyataan di lapangan banyak berbicara lain.

Kesombongan dalam bentuk tindak kekerasan seolah merebak di mana-mana bagai cendawan di musim hujan. Sejumlah tindak kekerasan muncul di mana–ma - na. Apakah itu di dalam keluarga, di sekolah, ataupun di tengah masyarakat. Tengok saja saat berlangsung pemilihan kepala daerah, pertunjukan musik, pertandingan sepak bola, sampai ke kasus perusakan tempat-tempat ibadah, semua penuh kekerasan karena merasa paling ”benar” dan paling kuat.

Masih bohong

Kebohongan pun seolah menjadi nyanyian merdu yang terdengar hampir di seluruh negeri. Tengoklah berita tentang 155 kepala daerah, di mana 17 di antaranya adalah gubernur, tersangkut masalah hukum. Belum lagi kasus narapidana yang dengan mudahnya bisa melenggang berwisata ke Bali dan mancanegara, kasus bank bermasalah yang masih menggantung, sampai para calon kepala daerah yang bisa berkampanye dengan biaya puluhan miliar. Semua adalah cerita kebohongan.

Betapa sedih para mantan guru TK saat melihat itu semua. Untunglah masih ada angin segar yang mengembus dari para tokoh lintas agama. Mereka dengan hati jernih berani lantang menyuarakan kebenaran. Maka, para guru pun akhirnya bisa tersenyum bahagia: ternyata sebagian murid masih ingat dan berani menyuarakan ajarannya.

Terlebih apabila akhirnya para pemimpin dengan jiwa besar berani mengakui kesalahan, memperbaiki kesalahan, dan menghentikan berbagai kebohongan.

Lengkaplah sudah kebahagiaan para mantan guru TK itu. Mereka akan mengacungkan jempol sambil berkata, ”Jangan berbohong lagi ya, sayang!”